.breadcrumbs { padding: 5px 5px 5px 0px; margin: 0px 0px 15px 0px; font-size:95%; line-height:1.4em; border-bottom:3px double #e6e4e3; }

Senin, 30 Januari 2012

Filsafat Pendidikan di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

 Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan dari hari ke hari. Tindakan manusia dalam praktik kehidupan sehari-hari perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan sejak kecil. Ini berarti menyangkut pendidikan, belum ada upaya mengoperasionalkan pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan-kegiatan dimasyarakat, termasuk penerapannya dalam dunia pendidikan. Namun, sekarang sudah mulai ada perbaikan terhadap pengembangan hal tersebut, tidak lagi hanya menilai penguasaan materi, melainkan mengutamakan perilaku sehari-hari.
Dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti menempa patung cetakan luar negeri. Hasilnya tentu tidak persis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Filsafat Pendidikan di Indonesia
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat, yaitu :
1.    Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat dialam.
2.    Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.
3.    Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar.
4.    Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai, dan norma
        masyarakat serta ajaran agama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Ada sejumlah konsep pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari dalam negeri sendiri. Tetapi konsep-konsep itu sendiri belum dikaji lebih lanjut melalui penelitian-penelitian pendidikan, yang membuat validitasnya masih diragukan. Sehingga konsep-konsep pendidikan yang tumbuh di negeri sendiri hanya dipandang sebagai kebudayaan saja oleh dunia pendidikan Internasional. Ditinjau dari segi arah pengembangan pendidikan di Indonesia masih terjadi perbedaan. Sebagian berorientasi pada ilmu pendidikan di Eropa dan sebagian lagi berorientasi pada pendidikan diAmerika Serikat. Orientasi yang tidak sama ini lebih meningkatkan kerumitan upaya membentuk ilmu pendidikan di Indonesia lengkap dengan filsafat pendidikannya.
Amerika Serikat yang menganut filsafat Pragmatis dengan filsafat pendidikan Progresivis penyederhanaan makna pendidikan tersebut diatas bisa diterima. Mereka tidak mempunyai tujuan pendidikan yang pasti. Tujuan pendidikan dan alat pendidikan mereka sangat mungkin akan berganti terus untuk selalu menentukan yang lebih baik bagi kehidupan manusian. Hal inilah yang membuat mereka memandang pendidikan itu hanya sebagai cara untuk membuat anak-anak belajar, alias hanya sebagai proses balajar-mengajar. Indonesia punya cita-cita yang pasti dalam pendidikan, yang harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila. Untuk hal ini harus ada alat yang pasti pula. Pendidikan di Indonesia perlu diwujudkan dalam bentuk ilmu pendidikan seperti halnya dengan model pendidikan di Eropa. Hanya saja Ilmu Pendidikan di Indonesia harus menunjukkan ciri khas negara Indonesia termasuk Pancasilanya. Ini berarti ilmu pendidikan harus digali dari bumi Indonesia sendiri.
Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh terdiri dari landasan, struktur dan operasional pendidikan. Landasan akan memberi latar belakang, fondasi atau titik tolak mengapa suatu pendidikan dibutuhkan, apa tujuan pendidikan atau kemana diarahkan pendidikan itu, untuk mencapai tujuan itu apa saja yang harus dibahas, apa saja yang harus diperhatikan agar tujuan dapat dicapai, siapa saja yang harus dilibatkan, dan sebagainya.
Struktur ialah isi ilmu itu dengan sistematikannya serta proporsi bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu. Struktur ilmu pendidikan ciptaan luar negeri memang sudah ada. Pro dan kontra mengenai pendidikan apakah sebagai ilmu atau sekedar sebagai proses belajar mengajar seperti telah diutarakan di atas. Usaha untuk mewujudkan ilmu pendidikan yang cocok dengan alam Indonesia belum tampak secara jelas, struktur ilmu pendidikan belum ditangani. Ilmu pendidikan tidak sama persis dengan ilmu-ilmu yang lain yang bersifat empiris yaitu menerangkan apa adanya dari data yang didapat dilapangan dan bila mungkin meramalkan hal-hal yang akan terjadi, maka ilmu pendidikan disamping ilmu empiris juga bersifat normatif artinya mengupayakan agar norma-norma tertentu dapat diinternalisasi dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam kehiduan sehari-hari. Ilmu pendidikan mengandung unsur-unsur fakta dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara mendidik, sedangkan upaya akan memebentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan terutama dalam memasukkan norma-norma ke dalam kehidupan peserta didik.
Tiga metode dalam ilmu pendidikan :
  1. Metode normatif, suatu metode yang berusaha menjelaskan tentang keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu bersikap dan bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesama manusia maupun makhluk lain.
  2. Metode eksplanatori, suatu metode yang berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat suatu proses pendidikan berhasil.
  3. Metode teknologi, ialah cara mendidik itu sendiri yaitu praktik mendidik di lapangan.
Filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat itu akan menguraikan tentang :
  1. Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
  2. Tujuan pendidian, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila pancasila.
  3. Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.
  4. Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dan pendidikan itu sendiri.

2.2  Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia

Perhatian - perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul di sana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkannya. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan itu sendiri, seperti telah diungkapkan di atas.
Ada suatu hasil penelitian bertalian demgan hal di atas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-kawannya (1994) dengan responden para mahasiswa PGSD, S1, S2 dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menentukan hal-hal seperti berikut (1) lebih dari separo responden menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran, (2) hampir separo responden mahasiswa dan dosen berpendapatan bahwa ilmu pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyimpan para calon guru, (3) para mahasiswa dan dosen berpendapat ilmu pendidikan adalah ilmu  mandiri, sementara itu sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan , dan (4) semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan.
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu pendidikan, yaitu:
1.    Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran.
2.    Ilmu pendidikan kurang dikembangkan.
3.    Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
4.    Belum jelas apakah ilmu pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
5.    Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.
6.    Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.

Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu itu sendiri  dan budaya serta geografis Indonesia yang akan mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia. Dengan kata lain, untuk menentukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.
Sesuatu akan terjadi secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan dalam pengembangannya, manakala pemrakarsa dapat mrnggugah hati pemerintah untuk menyetujuinya.
Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan.
Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud adalah :
  1. Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan budaya Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain ?
  2. Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah ada, dengan memilih salah satu dari Esensialis, Pernialis, Progresifise, dan Rekonstruksionis ? Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.
  3. Ataukah filsafat itu di munculkan bersumber dari filsafat umum yang berlaku secara internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan di Australia   menyatakan filsafat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi, dan Multicultural (Made Pidarta, 1995). Seakan-akan mereka tidak memiliki filsafat khusus tentang pendidikan.
Tugas utama para ahli ilmu pendidikan adalah (1) mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat Negara kita.

2.3  Implikasi Konsep Pendidikan   
Implikasi konsep pendidikan yang akan dituangkan adalah terbatas pada penjabaran sila-sila Pancasila.
  1. Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk.
  2. Peranan dan pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah pengembangan afeksi.
  3. Pendidikan Pancasila dan pendidikan agama tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan yang lain.
  4. Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral pancasila dan ajaran agama sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat-istiadat yang masih hidup dimasyarakat Indonesia.
  5. Metode mengembangkan afeksi bisa dibagi dua yaitu:
    • Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari.
    • Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati, dan dilaksanakan.
  6. Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukkan kedalam rapor seperti halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
  7. Dalam mengembangkan materi pendidikan afeksi, sangat dimungkinkan sumber materi itu berasal dari luar negeri.  Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bisa diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukkan sebagai materi pendidikan.
Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi ke arah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari uraian tersebut tampaklah bagi kita bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan diantara para ahli pendidikan tentang pendidikan itu sendiri. Juga terjadi ketidakkonsistenan arah pendidikan karena pengarahan kurang jelas. Yang ada hanyalah arahan umum yang bisa ditemukan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturannya. Arahan seperti sulit diaplikasikan dilapangan.
Bila ditanya bagaimana cara mengembangkan manusia seutuhnya atau manusia Pancasila sejati, mereka tentu bingung menjawabnya. Karena itu perlu dirintis dengan segera filsafat pendidikan yang cocok dengan kondisi serta budaya Indonesia. Suatu filsafat pendidikan yang dijabarkan dari filsafat Pancasila sebagai filsafat negara.


DAFTAR RUJUKAN

-    Syam, Mohammad Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional
-    Syam, Mohammad Noor. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional
-    Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons Inc,NewYork.
-    Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.