tag:blogger.com,1999:blog-28508110209613482412024-03-13T09:32:09.174-07:00News Of Educational AdministrationKita belajar tentang MANAJEMEN bukan menjadi EKOR...
Namun menjadikan kita sebagai KEPALA..Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15960773780507152367noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-2850811020961348241.post-18750603843708433312012-02-02T07:34:00.000-08:002012-02-02T07:34:06.401-08:00Manajemen Sarana – Prasarana dan Manajemen Keuangan Pendidikan<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: center;">
BAB I <br />PENDAHULUAN</div>
<br /> Sekolah merupakan sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang dimaksud adalah Staf Tata Laksana Administrasi, Staf Teknis Pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa ditempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan keempatnya harus sinergis, karena keberlangsungan operasioal sekolah terbentuknya dari hubungan “simbiosis mutualis” keempat komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi, tentulah harus dihadapi dengan kesiapan yang optimal semata-mata demi kebutuhan anak didik. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan tersebut, seringkali timbul beberapa masalah. Masalah-masalah itu dapat dikelompokan sesuai dengan tugas-tugas administratif yang menjadi tanggung jawab administrator sekolah. Diantaranya adalah tugas yang dikelompokan menjadi substansi perlengkapan dan sistem keuangan sekolah. <br /> Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga kependidikan yang handal, dan semuanya itu didukung sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal diatas tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Dengan demikian harus ada keseimbangan antara komponen-komponen diatas. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, diperlukan pengelola yang mengerti dan memahami prinsip-prinsip dalam pegelolaan sarana prasarana sekolah untuk tercapainya tujuan pendidikan tertentu.<br /><br /><br /><div style="text-align: center;">
BAB II<br />PEMBAHASAN</div>
<br /><b>2.1 Pengertian Sarana Prasarana Pendidikan</b><br /> Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan misalnnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan sebagainya. Sedangkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, seperti: ruang , buku, perpustakaan, labolatarium dan sebagainya.<br /> Sedangkan menurut keputusan menteri P dan K No.079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:<br />1. Bangunan dan perabot sekolah<br />2. Alat pelajaran yang terdiri dari pembukauan dan alat-alat peraga dan labolatarium<br />3. Media pendidikan yang dapat dikelompokan menjadi audiovisual yang menguanakan alat penampil dan media yang tidak menggunakan alat penampil.<br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun yang bertanggungjawab tentang sarana dan prasarana pendidikan adalah para pengelola administrasi pendidikan. Secara mikro atau sempit maka kepala sekolah bertanggung jawab masalah ini, seperti :<br />a. Hubungan antara peralatan dan pengajaran dengan program pengajaran.<br />b. Tanggung jawab kepala sekolah dan kaitannya dengan pengurusan dan prosedur<br />c. Beberapa pedoman administrasi peralatan<br />d. Administrasi gedung dan perlengkapan sekolah<br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Dari beberapa uraian diatas, manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.( bafadal,2003). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran disekolah.<br /> Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu : mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran. Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan, kantor sekolah, UKS, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.<br /> Secara umum, tujuan manajemen sarana prasarana pendidikan adalah memberi layanan secara profesional di bidang sarana prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Secara rinci tujuannya adalah sebagai berikut :<br />1. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama. Dengan perkataan ini, melalui manajemen perlengkapan pendidikan di harapkan semua perlengkapan yang di dapatkan oleh sekolah adalah serana dan serana pendidikan yang berkualitas tnggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang efisien. <br />2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana prasarana sekolah secara tepat dan efisien. <br />3. Untuk menupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga keberadaannya selalu dan kondisi siap pakai setiap di perlukan oleh semua personel sekolah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>2.2 Ruang Lingkup Manajemen Sarana dan Prasarana</b><br /> Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah, prinsip-prinsip yang dimaksud adalah : </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />1. Prinsip Pencapaian Tujuan <br />Pada dasarnya manajemen perlengkapan sekolah di lakukan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen perlengkapan sekolah dapat di katakan berhasil bilaman fasilitas sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada setiap seorang personel sekolah akan menggunakannya. <br /><br />2. Prinsip Efisiensi <br />Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah di lakukan dengan perencanaan yang hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Dengan prinsip efisiensi berarti bahwa pemakaian semua fasilitas sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah hendaknya di lengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya. Petunjuk teknis tersebut di komunikasikan kepada semua personil sekolah yang di perkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilaman di pandang perlu, di lakukan pembinaan terhadap semua personel. <br /><br />3. Prinsif Administratif<br />Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan sarana dan prarana pendidikan sebagai contoh adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah di berlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, setiap penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya memahami semua peraturan perundang-undangan tersebut dan menginformasikan kepada semua personel sekolah yang di perkirakan akan berpartisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan <br /><br />4. Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab<br />Di Indonesia tidak sedikit adanya kelembagaan pendidikan yang sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manajemennya melibatkan banyak orang. Bilaman hal itu terjadi maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam pengorganisasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu di deskripsikan dengan jelas<br /><br />5. Prinsip Kekohesifan <br />Dengan prinsip kekohesfan berarti manajemen perlengkapan pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak. Oleh kerena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu telah memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik. <br /><br /><br /><br /><b>2.3 Proses-Proses Manajemen Sarana Pendidikan</b><br />Sebelum telah ditegaskan bahwa manajemen sarana prasarana sekolah merupakan proses kerjasama pendayagunaan semua perlengkapan sekolah secara efektif dan efisien. Satu hal yang perlu di pertegas dalam definisi tersebut adalah bahwa manajemen sarana prasarana sekolah merupakan suatu proses pendayagunaan yang sasarannya adalah perlengkapan pendidikan, seperti perlengkapan sekolah, perlengkapan perpustakaan, media pengajaran, dan perlengkapan lainnya, manajeman perlengkapan sekolah itu terwujud sebagai suatu proses yang terdiri atas langkah-langkah tertentu secara sistematis. <br />Akhir- akhir ini banyak sekali uraian tentang langkah-langkah manajemen sarana prasarana sekolah sebagaimana di kemukakan oleh para teoritisi penggelolaan perlengkapan pendidikan. Stoops dan Johnson (1967) pernah menggungkapkan bahwa langkah-langkah manajemen sarana prasarana pendidikan itu meliputi analisis kebutuhan, analisis anggaran, seleksi, penetapan kebutuhan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemakaian, inventarisasi dan pemeliharaan. Sementara pakar manajemen pendidikan lainnya menyimpulkan bahwa manajemen sarana prasarana pendidikan disekolah itu meliputi analisis dan penyusunan kebutuhan, pengadaan, penyaluran, pemakaian dan pemeliharaan, inventarisasi dan penghapusan. <br />Kegiatan seperti analisis dan penyusunan kebutuhan, pembelian, penerimaan perlengkapan sekolah yang pada dasarnya dilakukan oleh pengelola perlengkapan pendidikan sebagai perencanaan pengadaan perlengkapan. Oleh karena itu, semua kegiatan tersebut dapat dikategorikan dengan pengadaan perlengkapan pendidikan. Begitu perlengkapan sekolah yang diadakan itu diterima, lalu semuanya disimpan untuk di distribusikan kepada unit-unit yang akan memakainya. Sementara dipakai, semua perlengkapan sekolah hendaknya selalu dipelihara, sehingga secara keseluruhan dalam keadaan siap pakai. Selanjutnya secara periodik semua perlengkapan sekolah tersebut di inventarisasikan. Apabila dalam inventarisasinya ternyata ada sejumlah perlengkapan yang sudah tidak layak pakai maka perlu dilakukan penghapusan. Pada gilirannya nanti, semua hasil inventarisasi dan penghapusan tersebut dijadikan analisis kebutuhan untuk pengadaan perlengkapan sekolah pada masa berikutnya.<br /><br /><br /><b>2.4 Pengadaan dan Pendistribusian Sarana dan Prasarana</b><br />Aktivitas pertama dalam manjemen sarana prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan di suatu sekolah menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, di hapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat di pertanggung jawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun dan anggaran mendatang. Pengadaan perlengkapan pendidikan seharusnya di rencanakan dengan hati-hati sehingga semua pengadaan perlengkapan sekolah itu selalu sesuai dengan pemenuhan kebutuhan di sekolah. <br /><b>1. Prosedur Perencanaan Perlengkapan Sekolah</b><br />a. Menganalisis kebutuhan pendidikan suatu masyarakat dan menetapakan program untuk masa yang akan datang sebagai dasar untuk menevaluasi keberadaan fasilitas dan membuat model perencanaan perlengkapan yang akan datang. <br />b. Melakuakan survey keseluruh unit sekolah untuk menyususn master plan untuk jangka waktu tertentu.<br />c. Memilih kebutuhan utama berdasarkan hasil survei.<br />d. Mengembangkan educational specification untuk setiap proyek yang terpisah-pisah dalam usaha master plan. <br />e. Merancang setiap proyek yang terpisah-pisah sesuai dengan spesifikasi pendidikan yang diusulkan.<br />f. Mengembangkan dan menguatkan tawaran atau kontrak dan melaksanakan sesuai dengan gambaran kerja ang diusulkan.<br />g. Melengkapi perlengkapan gedung dan meletakannya sehingga siap untuk digunakan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>2. Pengadaan Perlengkapan Sekolah</b><br />Pengadaan perlengkapan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan rencana pengadaan perlengkapan yang telah di susun sebelumnya sering kali sekolah mendapat bantuan saran prasarana pendidikan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi, dan Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten. <br /><b><br />3. Pendistribusian Sarana Prasarana Sekolah</b><br />Penditribusian atau penyaluran perlengkapan merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab penyimpanan kepada unit-unit atau orang-orang yang membutuhkan barang itu. Dalam prosesnya ada 3 hal yang harus di perhatikan yaitu ketepatan barang yang di sampaikan, baik jumlah maupun jenisnya; ketepatan sasaran penyampaiannya, ketepatan kondisi barang yang di salurkan. Dalam rangka itu paling tidak 3 langkah yang sebaiknya di tempuh oleh bagian penanggung jawab penyimpanan atau penyaluran, yaitu :<br />a. Penyusunan alokasi barang; <br />b. Pengiriman barang;<br />c. Penyerahan barang.<br />Untuk dapat di katakan berjalan secara efektif, dalam pendistribusian harus memenuhi beberapa asas pendistribusian. Ada beberapa asas pendistribusian yang perlu di perhatikan,yaitu :<br />1. Asas ketepatan<br />2. Asas kecepatan <br />3. Asas keamanan<br />4. Asas ekonomi<br /><b><br />2.5 Pengertian Manajemen Keuangan Pendidikan</b><br />Manajemen keuangan adalah sumber daya yang diterima yang akan dipergunakan untuk penyelenggaraan pendidikan. Manajemen keuangan dimaksudkan sebagai suatu manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.<br />Menurut Jones (1985), manajemen keuangan meliputi:<br />1. Perencanaan financial, yaitu kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematik tanpa efek samping yang merugikan.<br />2. Pelaksanaan (implenmentation involves accounting), yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat.<br />3. Evaluasi, yaitu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan.<br />Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.<br /><br /><b>2.6 Proses Pengelolahan Keuangan Pendidikan</b><br />Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya.<br />Dalam tataran pengelolaan Vincen P Costa (2000 : 175) memperlihatkan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik. Kegiatan perencanaan menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan bagaimana aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa yang terlibat, apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara melakukannya, dan akan dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan kesimpulan dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggarakannya Manajemen Operasional Sekolah.<br />Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan rencana (planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama dalam penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah menganalisa berbagai aspek yang berhubungan erat dengan pola perencanaan anggaran, yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan, line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola, dan skill para pejabat pengelola.<br />Proses pengelolaan keuangan di sekolah meliputi:<br />1. Perencanaan anggaran<br />2. Strategi mencari sumber dana sekolah<br />3. Penggunaan keuangan sekolah<br />4. Pengawasan dan evaluasi anggaran<br />5. Pertanggungjawaban<br />Pemasukan dan pengeluaran keuangan sekolah diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Ada beberapa hal yang berhubungan dengan penyusunan RAPBS, antara lain:<br />1. Penerimaan<br />2. Penggunaan<br />3. Pertanggungjawaban</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br />2.7 Sumber – Sumber Keuangan Pendidikan</b><br /><i><b>1. Dana dari Pemerintah</b></i><br />Dana dari pemerintah disediakan melalui jalur Anggaran Rutin dalam Daftar Isian Kegiatan (DIK) yang dialokasikan kepada semua sekolah untuk setiap tahun ajaran. Dana ini lazim disebut dana rutin. Besarnya dana yang dialokasikan di dalam DIK biasanya ditentukan berdasarkan jumlah siswa kelas I, II dan III. Mata anggaran dan besarnya dana untuk masing-masing jenis pengeluaran sudah ditentukan Pemerintah di dalam DIK. Pengeluaran dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana rutin (DIK) harus benarbenar sesuai dengan mata anggara tersebut.<br />Selain DIK, pemerintah sekarang juga memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana ini diberikan secara berkala yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><i><br />2. Dana dari Orang Tua Siswa</i></b><br />Pendanaan dari masyarakat ini dikenal dengan istilah iuran Komite. Besarnya sumbangan dana yang harus dibayar oleh orang tua siswa ditentukan oleh rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite terdiri atas :<br />a. Dana tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah<br />b. Dana incidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya hanya satu kali selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat diangsur).<br />c. Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa terterntu yang dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya secara sukarela tanpa suatu ikatan apapun.<br /><br /><i><b><br />3. Dana dari Masyarakat</b></i><br />Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari anggota-anggota masyarakat sekolah yang menaruh perhatian terhadap kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Sumbangan sukarela yang diberikan tersebut merupakan wujud dari kepeduliannya karena merasa terpanggil untuk turut membantu kemajuan pendidikan.<br />Dana ini ada yang diterima dari perorangan, dari suatu organisasi, dari yayasan ataupun dari badan usaha baik milik pemerintah maupun milik swasta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>4. Dana dari Alumni</i></b><br />Bantuan dari para Alumni untuk membantu peningkatan mutu sekolah tidak selalu dalam bentuk uang (misalnya buku-buku, alat dan perlengkapan belajar). Namun dana yang dihimpun oleh sekolah dari para alumni merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari mereka yang merasa terpanggil untuk turut mendukung kelancaran kegiatankegiatan demi kemajuan dan pengembangan sekolah. Dana ini ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang dihimpun melalui acara reuni atau lustrum sekolah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>5. Dana dari Peserta Kegiatan</i></b><br />Dana ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota masyarakat yang menikmati pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau ekstrakurikuler, seperti pelatihan komputer, kursus bahasa Inggris atau keterampilan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b><br />6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah</b></i><br />Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana. Dana ini merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan wirausaha sekolah yang pengelolaannya dapatj dilakukan oleh staf sekolah atau para siswa misalnya koperasi, kantin sekolah, bazaar tahunan, wartel, usaha fotokopi, dll.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>2.8 Pengelolaan Keuangan Pendidikan</b><br />Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) untuk satu tahun pelajaran, para kepala sekolah bersama smua pemegang peran di sekolah pada umumnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :<br />1. Merancang suatu program sekolah yang ideal untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.<br />2. Melakukan inventarisasi semua kegiatan dan menghitung perkiraan kebutuhan dana penunjang.<br />3. Melakukan peninjauan ulang atas program awal berdasarkan kemungkinan tersedianya dana pendukung yang dapat dihimpun.<br />4. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran yang bersangkutan.<br />5. Melakukan perhitungan rinci pemanfaatan dana yang tersedia untuk masing-masing kegiatan (Depdiknas, 2000 : 178 – 179)<br />6. Menuangkan perhitungan-perhitungan rinci tersebut ke dalam suatu format yang telah disepakati untuk digunakan oleh setiap sekolah.<br />7. Pengesahan dokumen RAPBS oleh instansi yang berwenang<br />Dengan tersedianya dokumen tertulis mengenai RAPBS tersebut Kepala Sekolah dapat mengkomunikasikannya secara terbuka kepada semua pihak yang memerlukan. Sumber dana yang tersedia di dalam RAPBS di manfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan manajemen operasional sekolah pada tahun pelajaran yang bersangkutan. Pada umumnya pengeluaran dana yang dihimpun oleh sekolah mencakup 5 kategori pembiayaan sebagai berikut :<br />1. Pemeliharaan, rehabilitasi dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan.<br />2. Peningkatan kegiatan dan proses belajar mengajar.<br />3. Peningkatan kegiatan pembinaan kesehatan<br />4. Dukungan biaya kegiatan sekolah dan peningkatan personil<br />5. Kegiatan rumah tangga sekolah dan BP3<br />Dana yang tersedia di dalam RAPBS dapat sekaligus mencakup kegiatan untuk pengembangan sekolah. Namun demikian dana untuk keperluan pengembangan sekolah dapat disediakan secara khusus, sebagai tambahan dari RAPBS yang telah disusun. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah diprogramkan sekolah dalam satu tahun pelajaran, diperlukan tersedianya sejumlah dana tertentu pula. Berapa besarnya dana yang diperlukan oleh sekolah agar tujuan itu dapat dicapai telah dihitung secara cermat oleh setiap sekolah melalui penyusunan RAPBS. Apabila jumlah dana yang diperlukan pada satu tahun pelajaran dibagi dengan jumlah semua siswa kelas I, II dan III di sekolah itu, maka akan ditemukan Satuan Harga Per Siswa (SHPS). Jumlah dana yang diperlukan oleh setiap sekolah sangat beragam. Jumlah siswa pada setiap sekolah pun berbeda-beda. Oleh karena itu SHPS pada masing-masing sekolah dengan sendirinya akan berbeda pula. Meskipun demikian sebenarnya harus ada suatu patokan SHPS minimal agar suatu mutu pendidikan tertentu dapat dicapai secara nasional.<br /><br /><br /><div style="text-align: center;">
BAB III<br />PENUTUP</div>
<b>3.1 Kesimpulan</b><br />Pada dasarnya setiap sekolah sudah menyelenggarakan sistem pengelolaan yang baik, tetapi sistem yang efektif kurang dilaksanakan. Ketidak disiplinan dalam penggunaan anggaran, serta pemimpin yang boros selalu menjadi fenomena tersendiri. Untuk itu diperlukan kepemimpinan dan manajemen pengelolaan yang efektif menuju keseimbangan antara sistem yang ada dalam mendistribusikan sumbersumber dana pendidikan di Indonesia.<br />Pelaksanaan administrasi peralatan dan perlengkapan sudah merupakan pekerjaan rutin dan orang-orang di hadapkan kesukaran-kesukaran yang kurang berarti, namun untuk penyempurnaan pekerjaan para ahli menyarankan beberapa pedoman pelaksanaan administrasinya, sbb :<br />1. Hendaknya kepala sekolah sebagai administrator tidak terlalu menyibukkan dirinya secara langsung dengan urusan pelaksanaan administrasi peralatan dan perlengkapan pengajaran <br />2. Melakukan sisi pencatatan yang tepat sehingga mudah di kerjakan <br />3. Administrasi peralatan dan perlengkapan pengajaran harus senantiasa di tinjau dari segi pelayanan untuk turut memperlancar pelaksanaan program pengajaran <br />Kondisi-kondisi di atas akan terpenuhi jika administrator mengikutsertakan semua guru dalam perencanaan seleksi, distribusi dan penggunaan serta pengawasan peralatan dan perlengkapan pengajaran.<br /><br /><br />DAFTAR RUJUKAN<br /><br />- Bafadal Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah.Jakarta. PT BUMIKARSA.<br />- Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. 2007. Bandung. Remaja Rosda Karya.<br />- Soepardi,Imam. 1988. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jember : FKIP Universitas Jember<br />- Natawijaya,Rochman.1981.Ilmu Keguruan Pendidikan Nasional.Jakarta.PT New Aqua Press.<br />- Burhanuddin, Yusak.2005.Administrasi Pendidikan.Bandung:CV.Pustaka Setia<br /></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15960773780507152367noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2850811020961348241.post-31056963389586974862012-01-30T07:57:00.000-08:002012-01-30T07:57:44.689-08:00Filsafat Pendidikan di Indonesia<div style="text-align: center;"><b>BAB I </b></div><div style="text-align: center;"><b>PENDAHULUAN</b></div><br />
Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan dari hari ke hari. Tindakan manusia dalam praktik kehidupan sehari-hari perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan sejak kecil. Ini berarti menyangkut pendidikan, belum ada upaya mengoperasionalkan pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan-kegiatan dimasyarakat, termasuk penerapannya dalam dunia pendidikan. Namun, sekarang sudah mulai ada perbaikan terhadap pengembangan hal tersebut, tidak lagi hanya menilai penguasaan materi, melainkan mengutamakan perilaku sehari-hari.<br />
Dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti menempa patung cetakan luar negeri. Hasilnya tentu tidak persis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB II</b></div><div style="text-align: center;"><b>PEMBAHASAN</b></div><b> </b><br />
<b>2.1 Filsafat Pendidikan di Indonesia</b><br />
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. <br />
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif.<br />
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat, yaitu :<br />
1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat dialam. <br />
2. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.<br />
3. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar.<br />
4. Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia, nilai, dan norma<br />
masyarakat serta ajaran agama.<br />
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.<br />
Ada sejumlah konsep pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari dalam negeri sendiri. Tetapi konsep-konsep itu sendiri belum dikaji lebih lanjut melalui penelitian-penelitian pendidikan, yang membuat validitasnya masih diragukan. Sehingga konsep-konsep pendidikan yang tumbuh di negeri sendiri hanya dipandang sebagai kebudayaan saja oleh dunia pendidikan Internasional. Ditinjau dari segi arah pengembangan pendidikan di Indonesia masih terjadi perbedaan. Sebagian berorientasi pada ilmu pendidikan di Eropa dan sebagian lagi berorientasi pada pendidikan diAmerika Serikat. Orientasi yang tidak sama ini lebih meningkatkan kerumitan upaya membentuk ilmu pendidikan di Indonesia lengkap dengan filsafat pendidikannya.<br />
Amerika Serikat yang menganut filsafat Pragmatis dengan filsafat pendidikan Progresivis penyederhanaan makna pendidikan tersebut diatas bisa diterima. Mereka tidak mempunyai tujuan pendidikan yang pasti. Tujuan pendidikan dan alat pendidikan mereka sangat mungkin akan berganti terus untuk selalu menentukan yang lebih baik bagi kehidupan manusian. Hal inilah yang membuat mereka memandang pendidikan itu hanya sebagai cara untuk membuat anak-anak belajar, alias hanya sebagai proses balajar-mengajar. Indonesia punya cita-cita yang pasti dalam pendidikan, yang harus dikejar dan diwujudkan, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila. Untuk hal ini harus ada alat yang pasti pula. Pendidikan di Indonesia perlu diwujudkan dalam bentuk ilmu pendidikan seperti halnya dengan model pendidikan di Eropa. Hanya saja Ilmu Pendidikan di Indonesia harus menunjukkan ciri khas negara Indonesia termasuk Pancasilanya. Ini berarti ilmu pendidikan harus digali dari bumi Indonesia sendiri.<br />
Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu yang utuh terdiri dari landasan, struktur dan operasional pendidikan. Landasan akan memberi latar belakang, fondasi atau titik tolak mengapa suatu pendidikan dibutuhkan, apa tujuan pendidikan atau kemana diarahkan pendidikan itu, untuk mencapai tujuan itu apa saja yang harus dibahas, apa saja yang harus diperhatikan agar tujuan dapat dicapai, siapa saja yang harus dilibatkan, dan sebagainya.<br />
Struktur ialah isi ilmu itu dengan sistematikannya serta proporsi bagian-bagiannya yang mendukung pendidikan sebagai suatu ilmu. Struktur ilmu pendidikan ciptaan luar negeri memang sudah ada. Pro dan kontra mengenai pendidikan apakah sebagai ilmu atau sekedar sebagai proses belajar mengajar seperti telah diutarakan di atas. Usaha untuk mewujudkan ilmu pendidikan yang cocok dengan alam Indonesia belum tampak secara jelas, struktur ilmu pendidikan belum ditangani. Ilmu pendidikan tidak sama persis dengan ilmu-ilmu yang lain yang bersifat empiris yaitu menerangkan apa adanya dari data yang didapat dilapangan dan bila mungkin meramalkan hal-hal yang akan terjadi, maka ilmu pendidikan disamping ilmu empiris juga bersifat normatif artinya mengupayakan agar norma-norma tertentu dapat diinternalisasi dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam kehiduan sehari-hari. Ilmu pendidikan mengandung unsur-unsur fakta dan upaya. Fakta akan membentuk teori penjelasan tentang cara mendidik, sedangkan upaya akan memebentuk kiat atau seni mensukseskan pendidikan terutama dalam memasukkan norma-norma ke dalam kehidupan peserta didik.<br />
Tiga metode dalam ilmu pendidikan :<br />
<ol><li>Metode normatif, suatu metode yang berusaha menjelaskan tentang keberadaan manusia, bagaimana seharusnya manusia itu bersikap dan bertindak terhadap dirinya dan terhadap sesama manusia maupun makhluk lain.</li>
<li>Metode eksplanatori, suatu metode yang berusaha menentukan kondisi dan kekuatan apa yang dapat membuat suatu proses pendidikan berhasil.</li>
<li>Metode teknologi, ialah cara mendidik itu sendiri yaitu praktik mendidik di lapangan.</li>
</ol>Filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat itu akan menguraikan tentang :<br />
<ol><li>Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.</li>
<li>Tujuan pendidian, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila pancasila.</li>
<li>Model pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.</li>
<li>Cara mencapai tujuan, yaitu segi teknik dan pendidikan itu sendiri.</li>
</ol><b><br />
2.2 Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia</b><br />
Perhatian - perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul di sana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkannya. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan itu sendiri, seperti telah diungkapkan di atas.<br />
Ada suatu hasil penelitian bertalian demgan hal di atas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-kawannya (1994) dengan responden para mahasiswa PGSD, S1, S2 dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menentukan hal-hal seperti berikut (1) lebih dari separo responden menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran, (2) hampir separo responden mahasiswa dan dosen berpendapatan bahwa ilmu pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyimpan para calon guru, (3) para mahasiswa dan dosen berpendapat ilmu pendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan , dan (4) semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan.<br />
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu pendidikan, yaitu:<br />
1. Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran.<br />
2. Ilmu pendidikan kurang dikembangkan.<br />
3. Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.<br />
4. Belum jelas apakah ilmu pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.<br />
5. Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.<br />
6. Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.<br />
<br />
Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia. Dengan kata lain, untuk menentukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.<br />
Sesuatu akan terjadi secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan dalam pengembangannya, manakala pemrakarsa dapat mrnggugah hati pemerintah untuk menyetujuinya.<br />
Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan.<br />
Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud adalah :<br />
<ol><li>Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan budaya Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain ?</li>
<li>Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah ada, dengan memilih salah satu dari Esensialis, Pernialis, Progresifise, dan Rekonstruksionis ? Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.</li>
<li>Ataukah filsafat itu di munculkan bersumber dari filsafat umum yang berlaku secara internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan di Australia menyatakan filsafat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi, dan Multicultural (Made Pidarta, 1995). Seakan-akan mereka tidak memiliki filsafat khusus tentang pendidikan.</li>
</ol>Tugas utama para ahli ilmu pendidikan adalah (1) mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat Negara kita. <br />
<br />
<b>2.3 Implikasi Konsep Pendidikan </b> <br />
Implikasi konsep pendidikan yang akan dituangkan adalah terbatas pada penjabaran sila-sila Pancasila.<br />
<ol><li>Filsafat pendidikan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk.</li>
<li>Peranan dan pengembangan sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakikatnya adalah pengembangan afeksi.</li>
<li>Pendidikan Pancasila dan pendidikan agama tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi satu dengan yang lain.</li>
<li>Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral pancasila dan ajaran agama sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat-istiadat yang masih hidup dimasyarakat Indonesia.</li>
<li>Metode mengembangkan afeksi bisa dibagi dua yaitu:</li>
<ul><li>Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi, tekanan proses belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari.</li>
<li>Untuk pendidikan afeksi yang diselipkan pada bidang studi lain, pendidik cukup menyinggung afeksi tertentu yang kebetulan tepat dimunculkan saat itu untuk dipahami oleh peserta didik, dihayati, dan dilaksanakan.</li>
</ul><li>Evaluasi pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukkan kedalam rapor seperti halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.</li>
<li>Dalam mengembangkan materi pendidikan afeksi, sangat dimungkinkan sumber materi itu berasal dari luar negeri. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bisa diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukkan sebagai materi pendidikan.</li>
</ol>Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baiknya kondisi ke arah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">BAB III</div><div style="text-align: center;">PENUTUP</div><br />
3.1 Kesimpulan<br />
Dari uraian tersebut tampaklah bagi kita bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan diantara para ahli pendidikan tentang pendidikan itu sendiri. Juga terjadi ketidakkonsistenan arah pendidikan karena pengarahan kurang jelas. Yang ada hanyalah arahan umum yang bisa ditemukan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturannya. Arahan seperti sulit diaplikasikan dilapangan.<br />
Bila ditanya bagaimana cara mengembangkan manusia seutuhnya atau manusia Pancasila sejati, mereka tentu bingung menjawabnya. Karena itu perlu dirintis dengan segera filsafat pendidikan yang cocok dengan kondisi serta budaya Indonesia. Suatu filsafat pendidikan yang dijabarkan dari filsafat Pancasila sebagai filsafat negara.<br />
<br />
<br />
DAFTAR RUJUKAN <br />
<br />
- Syam, Mohammad Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional<br />
- Syam, Mohammad Noor. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional<br />
- Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons Inc,NewYork.<br />
- Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15960773780507152367noreply@blogger.com2